ujan turun dengan lebat, angin bertiup dengan kencang dan petir menyambar-nyambar. Cahaya kilat sesekali berulang-ulang menerangi angkasa. Pada sebuah gubuk duduklah seorang pemuda duduk memperhatikan keluar rumah. Bergumam dia berucap, “hujan sangat lebat kayaknya aku harus berteduh disini dulu”. Kemudian pemuda tadi , mencari posisi yang bisa membuat dirinya nyaman dari sengatan dingin yang diakibatkan turun hujan. Setelah mendapatkan posisi yang nyaman pemuda tadi merebahkan diri dan berbaring. Sesekali matanya menutup, kemudian membuka kembali menutup begitu seterusnya. Hingga pemuda jatuh tidur. Pemuda tadi bernama “Jalu”.Jalu adalah anak seorang anak dari keturunan bangsawan Dusun Sarikek.
Jalu adalah pemuda bandel namun pempunyai jiwa penolong kepada orang yang membutuhkan bantuan. Dia berada disitu dalam perjalanan pengembaraan. Karena Dusunnya hancur diserang oleh penyamun penyamun yang kejam, yang mengakibatkan seluruh keluarganya ditawan. Karena keberuntungan nasib Jalu bisa selamat karena berhasil sembunyi di atap rumahnya. Ketika para penyamun-penyamun memasuki rumahnya. Para pengawal rumahnya ada yang mati terbunuh dan ada yang melarikan diri.
Dalam tidurnya Jalu bermimpi, dalam mimpinya dia bertemu dengan seorang kakek. “Cucu …cucu…cuu….bangun cu hari sudah siang”, jangan malas cu… mari latihan kata kakek tua tadi”. Antara sadar dan tidak sadar Jalu tadi menyahut,” ya kek…saya latihan”, sahut Jalu tadi.
“kamu harus ingat disini kamu tidak boleh tinggal dengan kakek selamanya tetapi kamu harus mengembara untuk mencari ilmu untuk di amalkan”. “Untuk itu kamu mempunyai ilmu bela diri”, “agar kamu bisa mempertahankan diri dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab”. Maka mulai lah Jalu latihan dengan serius dibimbing oleh kakek. Rupanya kakek itu bukan kakek sembarangan.Walau pun umurnya sudah tua tetapi tenaganya sangat kuat. Jalu keteteran mengikuti gerakan kakek yang begitu lincah. Suatu ketika gerakan begitu sulit, harus meniti sebilah bambu, kakek itu memberikan contoh untuk meniti . Kemudian disusul pemuda tadi, “kek…sulit….kek….”, kira-kira sepertiga baru meniti bambu tadi. “byuuur…”, Jalu jatuh masuk ke sungai.
Jalu terbangun dari tidurnya, karena ada air hujan yang menembus celah lobang dari atap rumah yang bolong. “Oh…ini air hujan, dan aku baru saja bermimpi tadi”, kata Jalu dalam hati. Tak lama ada sekelompok pemuda-pemuda yang masuk ke rumah tadi. Mereka kayaknya ingin mencari tempat berteduh juga seperti Jalu.Rumah tadi memang rumah kosong ditengah hutan, mungkin dipergunakan oleh pemiliknya untuk berteduh dan beristirahat waktu bekerja di ladang.
Pemuda-pemuda yang kelihatan tidak bersahabat, mulai bertingkah. Salah satu pemuda itu berkata sambil berteriak kepada Jalu,“hai kamu ……”,teriaknya.”Mengapa disini………..sana pergi.Ini bukan tempat kamu”, kata salah satu pemuda tadi. Mendengar itu Jalu agak panas juga mendengar, lalu mendekati salah satu pemuda yang memanggilnya. “Ada apa…rumah ini ada pemiliknya , kita-kita sama-sama berteduh”. Mendengar itu pemuda brandalan tadi mengeluarkan jurus silat hingga, hingga Jalu jatuh tersungkur. Maklum Jalu anak bangsawan walau bandel suka berkelahi. Tapi menghadapi pemuda-pemuda yang pandai silat itu, bukanlah tandingan bagi Jalu untuk berkelahi. Jalu mau bangkit teman datang lagi menyerang lagi hingga Jalu jatuh tersungkur lagi. Jalu merasa tidak ada gunanya untuk melawan, Jalu meninggalkan rumah itu. Walau hujan masih turun dengan deras.
Jalu berkata dalam hati,” betul kata kakek dalam mimpi tadi. Bahwa saya harus memiliki ilmu silat untuk bisa mempertahan diri , dan mencari orang tuanya yang ditawan oleh penyamun-penyamun”. Jalu berlari kencang menembus hujan lebat. Dia binggung mau kemana tak tahu kemana dia harus melangkah. Pikiranya binggung dan berkecamuk tak tau arah tujuan. Hari mulai gelap jalan yang dilalui licin. Akan tetapi hujan sudah mulai reda. Tak ada rumah ditemuinya yang ada hanya hutan dan lembah. Udara sangat dingin , pakaian Jalu masih basah kuyub, perutnya sangat lapar. Hingga tenaganya sangat cepat terkuras. Sambil terhuyung-huyung Jalu berjalan suatu ketika disebuah tebing, Jalu terpeleset dan jatuh masuk jurang. Jalu berguling-guling tak bisa menontrol badanya. “prak….Jalu tersangkut di sebuah rumpun pohon bambu. Jalu pingsan tak sadarkan diri.
Hari mulai cerah matahari mulai muncul dari timur, burung-burung berkicauan dengan merdunya dan berterbangan kian kemari. Rupanya tak jauh dari si Jalu jatuh ada sebuah gubuk yang dihuni oleh seorang kakek tua. Kakek itu hendak kesungai untuk untuk mandi. Kakek itu melewati jalan setapak menuju sungai. Ketika menuju kebawah melewati rumpun bambu. Alangkah terkejutnya kakek itu, dia melihat sesosok pemuda tersangkut dirumpun bambu. “Aduh…..nak untung kamu diselamatkan rumpun bambu kalau tidak kamu kecebur ke sungai.
Diperiksanya keadaan Jalu, “syukurlah dia masih hidup”,kata kekek.Jalu di gendong oleh kakek tadi ke gubuknya. Jalu dibersihkan badannya lalu diobati luka-luka gores akibat jatuh.Lalu kakek itu membangunkan Jalu yang masih pingsan. Tak lama Jalu siuman, “dimana saya ini”, kata Jalu kaget. Tetapi matanya masih kunang-kunang. Lalu Jalu diberi minum air rempah-rempah obat, setelah disuapi makanan oleh kakek tadi. Setelah agak mendingan alangkah kagetnya Jalu. Ini kan kakek yang berada didalam mimpi. “Kakek siapa”, tanya Jalu. “sudah kamu istirahat saja dulu”, kata kakek itu. “Saya hendak kesungai dulu untuk mandi. Jalu berusaha mengingat-ingat mimpinya. Kok bisa mimpinya bisa menjadi kenyataan. Tetapi Jalu tidak bisa melanjutkan memikir kepalanya pusing lagi. Akhirnya Jalu tertidur lagi cukup lama.
“Tuk….tuk….tuk….”, Jalu mendengar suara ada yang memotong kayu diluar. Jalu berdiri tegak sekarang sudah pulih kekuatannya. Jalu berjalan menuju suara itu. Kaget kekek itu melihat Jalu keluar. “Sudah merasa enakan badanya nak”. “udah kek…”, kata Jalu. Mari sini duduk dekat kakek. “Ceritakan pada kakek apa yang telah terjadi”. Maka mulailah Jalu menceritakan semua, dari dia meninggalkan di Dusunnya hingga ia jatuh jurang. Mendengar itu timbul kesedihan pada kakek itu , “sekarang kamu harus bersyukur kamu bisa selamat dan sudah pulih kembali”, kata kakek itu. Kemudian Jalu menceritakan mimpinya kepada kakek itu. Kakek itu tersenyum dan berkata, memang itulah jalan mempertemukan kita oleh Allah SWT, nak”.
“Sekarang pergilah mandi ke sungai habis itu temui kakek, di gubuk kecil itu”, kata kakek itu. Jalu melihat kegubuk itu. “Ya kek…..”,Jalu pergi berlalu meninggalkan kakek itu. Jalu melewati jalan setapak menuju sungai. Jalu terheran-heran dengan mimpinya tapi dia gembira karena bertemu dengan kakek yang baik hati. Setelah mandi Jalu menemui kakek tadi yang telah menunggu di gubuk yang disebutkan kakek tadi. Alangkah terkejutnya Jalu melihat kekek itu sedang duduk bersila sambil bersemedi.
“Duduk kata kakek itu sambil”, bersemedi. “Sekarang duduk bersila dan lakukan semedi seperti saya”,kata kakek itu. Jalu mengikuti perintah kakek dan melakukan semedi. Tak lama Jalu merasakan kepanasan dan nafasnya terengah-engah. “Nah ini bukti kamu tidak konsentrasi dan emosi mu belum bisa dikontrol. “sekarang kamu ulangi lagi”, kata kakek itu. Jalu tidak memberikan respon apa-apa selain mengikuti perintah kakek tadi. Lama-lama Jalu mulai terbiasa dengan semedinya. Tak terasa hari sudah menjelang sore. Kakek itu bangkit dan berkata, “sekarang bangunlah”. “Dan sekarang kamu siapkan makan malam kita”. Jalu pergi kekebun untuk mencari ubi untuk direbus. Dan daun-daun untuk direbus.
Setelah makanan siap, Jalu memanggil kakek tadi yang masih bersemedi. “kek….makananya udah siap, mari kek kita makan”, kata Jalu. kakek itu bangun dari semedinya dan berdiri terus mendekati Jalu, “Ayo cu..mari kita makan”. Sambil makan kekek itu memberi nasehat, “kamu harus bisa hidup dengan apa adanya, kakek tau kamu sebenarnya punya hidup berkecukupan”. “Tapi sudahlah kamu harus menerima kenyataan hidup walaupun itu sangat pahit”. “ya kek”, sahut Jalu.
“Sekarang kamu harus memulai kehidupanmu, apa yang akan kamu lakukan setelah ini”, tanya kakek itu.” Saya akan mencari orang tua saya, dimanapun dia berada”, kata Jalu penuh dengan optimis. “Bagus…itu tandanya kamu anak yang berbakti kepada orang tua”, kata kakek itu. Sebelum kamu melanjutkan perjalan kakek akan beri bekal ilmu bela diri silat kampung. “ingat ini jangan kamu gunakan untuk sebagai keangkuhan mu, tetapi gunakan untuk membela kebenaran.”ya …kek”, kata Jalu.
Maka mulailah Jalu berlatih silat dengan kakek marwan. Kakek marwan adalah termasuk pendekar yang cukup disegani didunia persilatan. Kakek marwan tidak pernah mempunyai murid. Karena dia akan mencari murid yang bisa mempertanggung jawabkan ilmunya untuk dunia dan akhirat . Mungkin inilah jalan mempertemukan seorang guru dan murid.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan hingga tahun berganti. Tak terasa Jalu telah mempelajari semua yang diberikan oleh kakek marwan. Suatu ketika kakek marwan mendatangi Jalu yang duduk termenung, “ada apa Jalu hingga begitu termenung”, kata kakek marwan. “oh…kakek”, Jalu terkejut. “Saya teringat orang tua saya kek…..sekarang entah dimana”, Jalu sambil merobah posisi duduknya menghadap kakek. “Mungkin sekarang waktunya kamu harus mencari orang tua mu”, kata kakek sambil memegang pundak Jalu yang betul lagi sedih. “ingat ilmu yang kamu miliki jangan salah digunakan, gunakanlah untuk kebaikan”. “kakek tidak punya uang tak punya apa-apa”, tapi bawa pakain yang kamu miliki “. “ Ya …kek”, Jalu berlalu untuk mempersiapkan dirinya untuk berangkat.
Maka pamitanlah Jalu untuk mulai mengembara. Menangislah guru dan murid itu bersama, karena harus berpisah. Tapi itu dilakukan untuk kebaikan muridnya itu untuk menemukan kedua orang tuanya. Setelah pamitan Jalu mulai melangkah berangkat meninggalkan gubuk kakek marwan. Sambil berjalan Jalu berfikir kemana dia harus berjalan. Saya harus mencari informasi dimana Dusun saya tinggal dulu, dari sana saya bisa mencari informasi keberadaan orang tua saya.
Dalam perjalanan Jalu masih teringat dimana rumah dia tempat berteduh disaat hujan turun. Dia diusir oleh pemuda-pemuda brandalan. Sampai dirumah tadi dilihatnya rumah tadi sudah menjadi debu karena dibakar orang. Jalu bertanya ada apa ini dalam hatinya. Mulailah Jalu menyelidiki siapa pemilik rumah itu dan siapa yang membakarnya. Dilihat rumah tak ada disekitar itu. Maka dia harus mencari rumah-rumah yang berada disekitar itu. Tak lama kemudian dia berhasil menemukan rumah. Bertanyalah Jalu kepada pemilik rumah tadi. “Permisi….permisi….permisi”, kata Jalu dengan sopan. Tak ada seorang pun yang keluar. Timbul penasaran Jalu untuk mendekati rumah itu. Jalu melompat mendekati rumah itu dan dilihatnya ke dalam “astaghfirullah”, terucap dari mulut Jalu melihat kedalam semua isi rumah berantakan tapi tak ada orang. “siapa yang berbuat ini”, ini keterlaluan aku harus mencari tau siapa yang melakukan. Jalu perhatikan semua isi rumah mungkin ada petunjuk yang bisa memberi petunjuk.
Dilihatnya ada baju robek tergeletak dilantai, Jalu duduk mengambil baju tersebut. Ini baju seorang laki-laki, tapi dimana laki-laki itu. Jalu ambil baju itu untuk sebagai petunjuk. Jalu keluar dari rumah dan duduk ditanah dia melakukan semedi sambil mengankat satu tangan keatas. Merasakan getaran apa yang telah terjadi. Dalam semedinya dia terkejut bahwa yang melakukan kerusuhan ini dilakukan oleh segerombolan pemuda-pemuda yang sama disaat dia diusir dari rumah yang terbakar sebelumnya.Jalu masih ingat betul terhadap pemuda-pemuda brandalan yang telah mengusirnya.
Timbul amarah dalam hati Jalu, tapi kakek marwan hadir dalam semedinya mengingatkan bahwa dia Jalu harus mengontrol dirinya. Langsung sadar, “ma’afkan saya kek..”. Lalu Jalu bangun dari semedinya. Dia harus mengatasi persoalan ini. Kemudian Jalu keluar dari rumah itu. Dan berusaha mencari rumah atau orang yang bisa dimemberi informasi tentang kejadian ini.
Dari kejauhan ada suara bapak-bapak minta tolong karena di keroyok oleh segerombolan pemuda-pemuda. Jalu berlari kencang menuju arah suara itu. Kaget Jalu melihat kejadian itu seorang kakek tua di keroyok oleh pemuda-pemuda tadi. Melihat itu Jalu berteriak, “ hai kalian hentikan , sungguh memalukan pemuda-pemuda yang kuat mengeroyok seorang kakek tak berdaya”. Mendengar itu pemuda-pemuda itu marah tak kepalang tanpa ada kompromi langsung menyerang Jalu. Apa lagi mereka mengenal Jalu yang dikeroyok beberapa tahun yang lau. Jalu sekarang bukan Jalu yang dulu, diserang begitu Jalu berjumlitan menghindar. Melihat lawannya berhasil menghindar pemuda-pemuda bersamaan menyerang, bukan Jalu namanya satu persatu dilumpuhkan, hanya dengan tangan kosong.
Semakin kesetanan tingkah pemuda-pemuda sambil mengeluarkan pedang menyerang. Tapi dengan lincah menghindari serangan pemuda tadi bahkan dapat dia lumpuhkan dengan tendangan dan pukulan yang telak kepada pemuda-pemuda tadi. Sehingga pemuda tadi berhamburan terbaring ditanah dengan luka-luka dimulut, mata lebam, kaki terpincang jumlahnya ada tujuh orang. Maka Jalu mengambil seorang pemuda dan diintrogasi. “Siapa kalian…. masih ingat saya”, kata Jalu.
Kami gerombolan sipengkor dan kamu orang yang saya usir dari gubuk beberapa tahun yang lalu, sahutnya. “bagus….. sungguh bagus ingatan kalian”. Sekarang saya mau tanya lagi kalian pernah mendengar Dusun Sarikek”. Tau bang…kata pemuda tadi. Kalian tau Dusun Sarikek diserang. Tau bang. “Saya mau tanya siapa yang melakukan penyerangan terhadap Dusun itu”, kata Jalu. Itu tuanganku pengkor yang sagat kejam dan mempunyai ilmu silat yang tinggi. “kalian tau dimana pemimpin Dusun Sarikek itu berada”, kata Jalu. “setau saya mereka masih hidup tapi diasingkan kedalam hutang rimba gunung pawang”. Jalan kesana sangat berat dan masih banyak binatang-binatang sanat buas . Saya mau tanya lagi apa hubungan kaliaan dengan tuanku pengkor. “ Kami anak buahnya”, kata pemuda tadi
Sekarang saya beri pilihan, pilihan pertama kalian tobat pergi sejauh-jauhnya dan jangan kembali. Pilihan kedua kalian kembali ke pimpinan kalian dan katakan ada seseorang akan mencarinya. Dan kalian saya temukan, saya tidak main-main lagi. Sekarang pergilah kalian.
“Terimah kasih nak…”,kata bapak yang ditolong tadi. “Sudahlah pak, bapak tak apa-apa kan”.”tidak nak…tidak apa-apa”. Kemudian bapak itu berlalu meninggalkan Jalu menuju rumahnya yang berantakan akibat pemuda-pemuda tadi.Jalu sudah mendapatkan informasi dengan jelas siapa dalang semua ini dan dimana orang tuanya kini berada. Mendatangi Dusun Sarikek dimana dia waktu kecil dibesarkan oleh orang tuanya dengan bahagia.
Jalu berjalan cukup jauh hampir satu harian berjalan masuk ke Dusun Sarikek. Sungguh berbeda pemandangan di Dusun itu. Disana sini penuh dengan warung-warung yang didalamnya pemuda-pemuda, orang-orang tua yang suka minum-minuman yang memabukan. Karena Dusun itu dipimpin oleh seorang durjana sadis dan kejam. Tuanku pengkor adalah tipe pemimpin yang kejam dan sewana-wena. Banyak rakyatnya yang sengsara akibat kepemimpinannya.
Tapi kali ini Jalu mempersiapkan rotan kira-kira sepanjang satu meter yang ia selipkan di pinggangnya karena dia tau, bakal mendapat kesulitan. Memasuki gerbang Dusun ia melihat pemuda-pemuda dengan wanita-wanita lagi mabukan.Tapi Jalu tidak menghiraukan dan terus menuju alun-alun Dusun. Menuju masuk gerbang istana Dusun. Dia di halangi oleh pengawal-pengawal tuanku pengkor. Mendapat halangan Jalu mengeluarkan rotan dengan gesitnya memainkan hingga pengawal-pngawal tadi bertumbangan. Lalu Jalu melanjutkan jalan masuk kedalam istana Dusun. Tak lama tuanku pengkor keluar dengan pengawal-pengawal. Menemui Jalu yang jalan mendatangi nya. “Jalu bertanya mana itu tuanku pengkor tanya Jalu.”Berani kali kamu masuk ke istanaku ini”, jawab tuanku Pengkor. “Ayo pengawal tangkap dia dan siksa dia”, kata tuanku pengkor.
Langsung semua anak buah tuanku Pengkor menyerang Jalu kira-kira puluhan orang. Tetapi Jalu yang sudah mempunyai ilmu silat yang sangat tinggi. Dengan mudah tuanku Pengkor mengibaskan rotan-rotan kesana-sini dengan cepat menghantam muka, tangan, kaki. Para penyerang bertumbangan jatuh ketanah tak sadarkan diri, pada hal dia memiliki pedang, tombak untuk menyerang Jalu tapi tak satu pun menyentuh tubuh Jalu.
Akhirnya Jalu berhadapan langsung dengan tuanku pengkor. Tuanku Pengkor mengeluarkan senjata pusakanya Keris mustika gunung yang mengeluarkan cahaya dan beracun. Pertama timbul kesilauan dan membuat nafas sesak bagi Jalu. Tapi Jalu melakukan semedi sambil matanya terpejam tetapi rotan tidak dilepas. Jalu berhasil menguasai dirinya. Dan berdiri tegak lagi. Baru mengambil posisi demikian Jalu langsung diserang keris terhunus. Jalu tergagap juga tetapi siap menghadapi serangan tadi. Dengan sigap Jalu berkelit dan menghindar. Terjadilah pertempuran yang sangat sengit.Kedua-duanya mengeluarkan ilmu silat tingkat tinggi dan berimbang.
Pada suatu ketika ada suatu gerakan Jalu yang salah hingga dia terjatuh. Dan membuat tuanku pengkor dengan bernafsunya menghujamkan keris ke laju. Ditengah lemah tersebut tampaklah kelemahan tuanku pengkor melihat itu jali menghayunkan rotan. “tak…tk..jatuh lah tuanku pengkor tersungkur menerima pukulan rotan dari Jalu. Jalu bangun dan mengambil keris mustika gunung dan diselipkan dipinggang. Mendengar tuanku pengkor telah ditangkap maka bermunculah rakyak-rakyat berani menyerang pengawal-pengawal tuanku pengkor. Semua pengikut-pengikut tuangku pengkor ditahan termasuk tuanku pengkor. Kemudian semua pengikut tuanku pengkor dan tuanku pengkor ditahan dan diasingkan kehutan dimana keluarga Jalu di tahan.
Akhirnya Jalu bertemu dengan bapaknya dan ibunya. Karena ditunjuk oleh penduduk dan bapaknya. Jalu menjadi pimpinan Dusun Sarikek. Dan Jalu tidak melupakan jasa kakek marwan yang membimbing dan membinanya. T a m a t